I
MATERI KRITIK
KRITIK DESKRIPTIF
1.1.
Definisi
Kritik Deskriptif
Bersifat tidak menilai, tidak menafsirkan, atau
semata-mata membantu orang melihat apa yang sesungguhnya ada. Kritik ini
berusaha mencirikan fakta-fakta yang menyangkut sesuatu lingkungan tertentu.
Dibanding metode kritik lain kritik deskriptif tampak lebih nyata (faktual).
- Deskriptif mencatat fakta-fakta pengalaman seseorang terhadap bangunan atau kota.
- Lebih bertujuan pada kenyataan bahwa jika kita tahu apa yang sesungguhnya suatu kejadian dan proses kejadiannya maka kita dapat lebih memahami makna bangunan.
- Lebih dipahami sebagai sebuah landasan untuk memahami bangunan melalui berbagai unsur bentuk yang ditampilkannya.
- Tidak dipandang sebagai bentuk to judge atau to interprete. Tetapi sekadar metode untuk melihat bangunan sebagaimana apa adanya dan apa yang terjadi di dalamnya.
1.2. Jenis Metode Kritik Deskriptif
1. Depictive
Criticism (Gambaran Bangunan)
Depictive criticism
tidak dapat disebut kritik sepenuhnya karena tidak menggunakan pertanyaan baik
atau buruk. Kritik ini focus pada bagian bentuk, material, serta teksture.
Depictive criticism pada sebuah bangunan jarang digunakan karena tidak menciptakan
sesuatu yang kontroversial, dan dikarenakan cara membawakan verbal mengenai
fenomena fisik jarang provocative atau seductive, menahan keinginan pembaca
untuk tetap memperhatikan. Depictive criticism ini di bagi menjadi tiga bagian
yaitu :
- Static (secara grafis)
Merupakan
metode pengamatan berdasarkan fisik bangunan atau kota dilihat dari satu sudut
pandang saja. Atau dapat dikatakan kondisi pengamat berada pada posisi diam
- Dynamic (secara verbal)
Merupakan
metode pengamatan berdasarkan fisik bangunan atau kota dilihat dari seluruh
sisi bangunan. Atau dapat dikatakan kondisi pengamat berada pada posisi
bergerak mengelilingi bangunan atau kota yang dikritik.
- Process (secara procedural)
Merupakan metode
pengamatan berdasarkan fisik bangunan atau kota dilihat dari proses awal
memasuki bangunan, mencapai bagian dalam bangunan, dan akhirnya proses akhir
keluar bangunan.
1. Biographical
Criticism (Riwayat Hidup)
Kritik
yang hanya mencurahkan perhatiannya pada sang artist (penciptanya), khususnya
aktifitas yang telah dilakukannya. Memahami dengan logis perkembangan sang
artis sangat diperlukan untuk memisahkan perhatian kita terhadap intensitasnya
pada karya-karyanya secara spesifik.
2. Contextual
Criticism ( Persitiwa)
Untuk memberikan lebih ketelitian untuk lebih
mengerti suatu bangunan, diperlukan beragam informasi dekriptif, informasi
seperti aspek-aspek tentang sosial, political, dan ekonomi konteks bangunan
yang telah didesain. kebanyakan kritikus tidak mengetahui rahasia informasi
mengenai faktor yang mempengaruhi proses desain kecuali mereka
pribadi terlibat. Dalam kasus lain, ketika kritikus memiliki beberapa akses ke
informasi, mereka tidak mampu untuk menerbitkannya karena takut tindakan hukum
terhadap mereka. Tetapi informasi yang tidak controversial tentang konteks
suatu desain suatu bangunan terkadang tersedia.
1.3. Prinsip
Kritik Deskriptif
Memusatkan diri pada masalah actual,
masa sekarang atau masa yang sedang terjadi. Data yang disusun kemudian di
tafsirkan dan di analisis. Variable yang diteliti bisa tunggal atau lebih dari
satu variable bahkan bisa juga mendeskripsikan beberapa variable.
1.4. Keuntungan
dan Kerugian Kritik Deskriptif
Kelebihan Kritik
Deskriptif :
Dengan kritik deskriptif kita bisa mengetahui
suatu karya hingga ke seluk beluknya. Metode dari deskriptif ini dapat di
kritisi secara induktif, dari hal yang umum ke khusus ataupun deduktif dari hal
yang khusus ke umum.
Metode kritik
ini tidak bertujuan untuk pengembangan karya selanjutnya seperti metode
impresionis yang menggunakan hasil kritik untuk karya selanjutnya.
Kekurangan Kritik Deskriptif :
Hanya menjelaskan secara singkat tentang isi,
proses, dan pencipta sebuah karya.
II
KRITIK ARSITEKTUR
(MASJID AGUNG AT-TIN – JAKARTA)
Lokasi : Jalan
Raya Taman Mini Pintu 1 Taman Mini Kelurahan
Pinang Ranti, Makasar,
Jakarta Timur 13560
Fungsi : Tempat Ibadah
Dibangun : April 1997 - selesai November 1999
Luas : 70.000 m2
Kapasitas :
9.000 di dalam masjid & 1.850 di selasar tertutup dan plaza
Nama At-Tin
diambil dari salah satu surah dalam Al-Quran yang merupakan wahyu ke-27 yang
diterima oleh Nabi Muhammad SAW, atau surah ke-95 dalam urutan penulisan
Al-Qur‘an. Nama surah itu adalah At-Tin yang berarti sejenis buah yang sangat
manis, lezat, dan penuh gizi. Buah ini dipercayai mempunyai manfaat yang
banyak, baik sebelum matang maupun sesudahnya.
Selain diinspirasi dari surah Al-Qur‘an, pemberian
nama At-Tin sebenarnya juga merupakan upaya untuk mengenang jasa-jasa istri
mantan Presiden Soeharto yang bernama Ibu Tien atau lengkapnya Hj. Fatimah Siti
Hartinah Soeharto. Memang, pendirian Masjid At-Tin sejak awal merupakan usaha
anak-cucu Presiden Soeharto untuk mengenang ibu/nenek mereka. Pendirian masjid
ini terlaksana berkat bantuan Yayasan Ibu Tien Soeharto yang merupakan yayasan
milik anak-keturunan Ibu Tien Soeharto. Oleh karenanya, nama At-Tin tentu
dimaksudkan sebagai doa dan perwujudan rasa cinta yang tulus dari anak/cucu
kepada ibu/nenek mereka.
2.1.
Arsitektur
Masjid Agung At-tin
Arsitektur Masjid
At-Tin mempunyai keunikan dan kekhasan tersendiri, baik dari segi arsitektur
bangunan, hiasan ornamen, maupun desain dalam dan luar ruangannya. Arsitek
masjid ini adalah Fauzan Noe'man dan Ahmad Noe'man. Fauzan Noe'man merupakan
anak dari Ahmad Noe'man.
Gaya arsitektur masjid ini berusaha menonjolkan
lekukan bentuk anak panah pada dinding di hampir semua sudut dan ornamen yang
menghiasinya. Lekukan anak panah ini terlihat secara jelas pada bagian muka
masjid dari arah pintu masuk. Dengan begitu, wisatawan yang berkunjung ke
masjid ini akan dapat melihat dengan leluasa lekukan-lekukan panah yang
ditampilkan, sebelum memasuki ruang dalam masjid.
2.2.
Eksterior
Masjid Agung At-tin
Pada bagian muka
(sisi timur) masjid, terdapat taman luas dengan pepohonan rindang yang
mengitari plaza berbentuk lingkaran yang terbuat dari marmer berwarna krem.
Dari plaza menuju arah muka masjid, terdapat jalan yang terletak di kanan dan
kiri plaza. Bagian muka masjid tersebut secara terinci menampilkan tiga lekukan
anak panah yang bagian tengahnya didominasi dengan warna abu-abu. Motif yang
ditampilkan pada lekukan berbentuk anak panah ini sepintas menyerupai tebaran
bunga, karena dihiasi oleh sejumlah gambar bermotif bunga di tengahnya. Selain
tiga lekukan berbentuk anak panah tersebut, juga terdapat dua lekukan anak
panah lagi (ukurannya lebih kecil) pada sisi kanan dan kiri dinding masjid.
Selain
itu juga tampak dari bagian muka masjid sebuah kubah utama yang diapit oleh
empat kubah kecil. Pada bangunan kubah-kubah kecil ini juga dipenuhi lekukan
berbentuk anak panah yang lebih tinggi dan runcing. Mencoloknya lekukan,
konstruksi, dan ornamen yang berbentuk anak panah pada tiap bagian masjid ini
memberikan gambaran bahwa rancang bangun masjid At-Tin didesain se-minimal
mungkin untuk mengekspos elemen estetis terputus dengan mengedepankan gerakan
geometris yang terus bersambung seperti yang tergambar dalam sudut
masing-masing anak panah yang saling berhubungan. Bentuk anak panah ini
memiliki makna agar umat manusia tidak pernah berhenti mensyukuri nikmat
Allah—seperti terlukis dalam bentuk anak panah—mulai dari titik awal hingga
titik akhir.
2.3.
Interior
Masjid Agung At-tin
Kekhasan lain yang terdapat pada masjid
ini adalah pintu masuk utama masjid yang terdiri dari dua dinding tanpa daun
pintu. Pintu masuk ini juga berbentuk seperti anak panah. Setelah melewati
pintu utama, pengunjung akan disuguhi kolam air mancur yang pada bagian
pinggirnya dapat berfungsi sebagai tempat duduk para pengunjung. Kolam air
mancur dengan keramik warna hijau muda ini juga berbentuk seperti anak panah.
Dari arah pintu utama, pengunjung dengan mudah dapat menuju ke arah lantai
dasar yang digunakan untuk ruang serbaguna, tempat wudu (pria/wanita), ruang
mushaf, ruang rapat kecil, perpustakaan, ruang audiovisual, dan ruang internet.
Selain ruang-ruang tertutup ini, area lantai dasar masjid ini dikelilingi teras
terbuka di mana para pengunjung dapat dengan leluasa melihat ke arah taman.
Lantai dasar masjid ini dikelilingi oleh
tangga-tangga sebagai jalan menuju ke arah lantai satu. Melalui pintu utama,
para pengunjung dapat menggunakan dua tangga utama dan sebuah eskalator pada
sisi kanan menuju lantai satu. Alternatif lainnya, pengunjung juga dapat
menggunakan empat tangga lain yang terdapat di sudut kanan kiri masjid serta
satu tangga di bagian belakang masjid.
Ruang utama untuk salat terletak di lantai satu.
Di ruang ini tampak tujuh lekukan berbentuk anak panah dari keramik warna hijau
tua pada bagian dindingnya. Bagian tengahnya difungsikan sebagai mihrab dan
mimbar. Pada bagian sisi kanan dan kiri ruangan yang berhubungan dengan ruang
teras samping ini dibatasi oleh penyekat kayu ukir yang setiap saat bisa
dibongkar-pasang. Pengunjung yang berada di ruangan ini dapat melihat kerangka
kubah dari dalam. Saat pengunjung mengamati bagian dalam kubah akan tampak
lempengan baja tipis pada ketinggian tertentu dengan warna dasar hijau yang
dikelilingi oleh kaca patri berwarna hijau-merah-kuning dan biru. Sehingga,
saat matahari bersinar, cahaya yang masuk akan dipantulkan dan membentuk kombinasi warna yang
mengagumkan.
2.4.
Kaligrafi
Berbeda dengan masjid
pada umumnya, penggunaan ornamen kaligrafi dalam masjid ini sangat minim.
Ornamen kaligrafi hanya nampak pada dinding bagian atas ruang salat utama
(lantai satu) dan sepanjang dinding pada lekukan anak panah di area mihrab dan
mimbar. Dengan menggunakan cat warna hijau muda, tampak tulisan ayat-ayat
Al-Qur‘an mengitari dinding ruang salat utama yang juga bisa dilihat dari arah
mezanin.
Secara umum, masjid At-Tin dikelilingi oleh
koridor-koridor dengan atap yang dibentuk seperti anak panah. Koridor ini
merupakan sarana bagi para pengunjung berjalan kaki menuju gedung utama masjid.
Selain itu, koridor ini
juga sering digunakan untuk salat, saat jemaah tidak lagi tertampung di dalam
masjid. Mungkin, tujuan lain dari pembuatan koridor ini juga untuk menghindari
rusaknya taman akibat diinjak oleh pengunjung. Taman ini memang banyak
ditumbuhi oleh berbagai jenis tanaman, seperti palm, tanaman merambat, dan
rerumputan. Sekilas taman ini nampak seperti padang rumput yang terpetak-petak
karena diberi jalur setapak bagi pejalan kaki. Di area rerumputan ini juga
terdapat empat kolam air mancur berbentuk bunga mekar yang pada bagian
dindingnya bisa difungsikan sebagai kran tempat wudu.
2.5.
Fasilitas
Pendukung
Masjid At-Tin memiliki berbagai
fasilitas pendukung seperti warung makan, ruang rekreasi/TV, ruang internet,
perpustakaan, rumah dinas Imam Besar, mess muazin, rumah penjaga, ruang
kegiatan, ruang kelas, dan lahan parkir yang dapat menampung 100 sepeda motor,
8 bus, dan 350 mobil. Di samping fasilitas-fasilitas pendukung, masjid ini juga
sering menyelenggarakan kegiatan seperti diskusi tema khutbah sebelum salat
jumat, kuliah Ahad Duha berbentuk cermah dan diskusi, pengajian tafsir
Al-qur‘an (Tafsir Jalalain) setiap Minggu pagi (08.00—11.00 WIB), pengajian
karyawan, seminar keagaman, tablig akbar, dan peringatan hari besar Islam.
2.6.
Kritik Terhadap Bangunan Masjid Agung At-tin
Ruang outdoor yang berada di depan Masjid,
memiliki kesamaan fungsi dengan Pelataran rumah Jawa, yaitu sebagai peralihan
antara ruang luar dan ruang dalam. Pada bagian lobby Masjid memiliki kesamaan
dengan fungsi Pendopo sebagai ruang penyambut dan penerima tamu. Selain itu
terdapat sebuah ruang yang meninggi dan digunakan pengunjung sebagai meeting point.
Gaya arsitektur pada bangunan Masjid ini
penuh dengan ornamen,. Dalam islam sendiri, ornamen memiliki arti yang lebih
dari hiasan semata. Ornamen yang ada pada Masjid Agung At-tin juga memiliki
makna tersendiri, yang paling mencolok adalah bentuk ornamen tanda panah ke
atas yang banyak terdapat di berbagai bagian Masjid ini, mengingatkan
orang-orang yang mengunjungunya agar mengingat Yang “di Atas”, Tuhan Yang Maha
Esa. Ornamen yang lain seperti pantulan cahaya pada langit-langit kubah. Motif
yang banyak digunakan pada Masjid At-tin adalah motif yang menyerupai motif Arabesque. Secara Interior ruang utama
masjid ini terkesan luas dengan tidak adanya kolom yang menghalangi di
dalamnya. Kesn luas tanpa batas ini akhirnya juga memberikan suasana agung yang
membuat pengunjung merasa kecil apabila di dalamnya.
Jadi, dengan ini saya menarik kesimpulan
mengenai Kritik Arsitektur merupakan kegiatan dari ilmu menganalisa suatu
bangunan yang disertai pemahaman dasar suatu bangunan berdasarkan fakta dan
teori yang sudah ditetapkan. Sehingga aplikasi dalam kritik arsitektur ini
memiliki landasan yang kuat dalam kritik Arsitektur.
III
DAFTAR PUSTAKA
“Contoh Kritik
Deskriptif Arsitektur, Aldiiska, 2016” diunduh Januari, 2017
“Kritik Deskriptif Arsitektur, Andhika Rusmantara,
2014” diunduh Januari, 2017
<http://dhikarusmen.blogspot.co.id/2014/01/kritik-deskriptif-arsitektur.html>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar